BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu dari konstituen padat empedu dan sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan komposisi. Batu empedu jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi sering terjadi setelah usia 40 tahun, yang mempengaruhi 30% sampai 40% dari populasi pada usia 80 tahun.
Obstruksi duktus empedu di ikuti oleh kolesistitis akut yang mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan dan iskemia di kandung empedu atau iritasi kimia dari organ yang di sebabkan oleh pemajanan jangka panjang terhadap konsentrat empedu. Infeksi bakteri utama dapat menyebabkan kolesistitis, tetapi sampai dengan 80% kasus, terjadi batu obstruktif dalam saluran empedu.
Kolesistitis akut dapat menyebabkan komplikasi dengan abses dan atau perforasi kandung empedu. Kolesistitis kronis biasanya di hubungkan dengan batu di dalam duktus bilier dan di manifestasikan oleh intoleran terhadap makanan berlemak, mual dan muntah, dan nyeri setelah makan.
1.2. Tujuan Penulisan
BAB II
THEORITICAL BAGROUND
2.1. Definisi
Kolelitiasis (Batu Empedu) merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu seperti kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid. (Price, 2005, hlm 502).
Kolelitiasis adalah batu yang terdapat di saluran empedu utama atau di duktus koledokus (koledokolitiasis), di saluran sistikus (sistikokolitiasis) jarang sekali di temukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di saluran empedu intrahepatal atau hepatolitiasis. (Hadi Sujono, 2002 hlm 778).
Batu empedu pada umumnya di temukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan di sebut sebagai batu saluran empedu sekunder. (Sudoyo, dkk., 2006, hlm 479 ).
Kolelitiasis merupakan batu saluran empedu, kebanyakan terbentuk di dalam kandung empedu itu sendiri. Unsur pokok utamanya adalah kolesterol dan pigmen, dan sering mengandung campuran komponen empedu. Manifestasi batu empedu timbul bila batu bermigrasi dan menyumbat duktus koledukus. (Ester, 2001, hlm 211).
Batu empedu adalah batu yang berbentuk lingkaran dan oval yang di temukan pada saluran empedu. Batu empedu ini mengandung kolesterol, kalsium bikarbonat, kalsium bilirubinat atau gabungan dari elemen-elemen tersebut. (Grace, Pierce. dkk, 2006, hlm 121).
2.2. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut Suratun, dkk (2010, hlm. 201) adalah sebagai berikut :
a. Batu Kolesterol
Biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
b. Batu Pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multipel, dan bewarna hitam kecoklatan. Batu pigmen bewarna coklat berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu berwarna coklat berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam ini lebih jarang di jumpai). Batu pigmen akan terbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan bilier.
c. Batu Campuran
Batu ini merupakan campuran antara batu kolesterol dengan batu pigmen atau dengan substansi lain (kalsium karbonat, fosfat, garam empedu, dan palmitat), dan biasanya berwarna coklat tua.
2.3. Etiologi
Menurut Mansjoer (2006) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Kolelitiasis yaitu: diantara jenis kelamin, umur, berat badan, makanan, faktor genetik, aktifitas fisik dan infeksi. Berikut ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor penyebab Kolelitiasis, antara lain:
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan pria, ini dikarenakan oleh hormon Estrogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolestrol oleh kandung empedu, penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (Estrogen) dapat meningkatkan kolestrol dalam kandung empedu dan penurunan aktifitas pengosongan kandung empedu.
b. Umur
Resiko untuk terkena Kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda.
c. Berat Badan
Orang dengan berat badan tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi Kolelitiasis, ini dikarenakan dengan tingginya Body Mass Index (BMI) maka kadar kolestrol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu
e. Faktor Genetik
Orang dengan riwayat keluarga Kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga
f. Aktifitas Fisik
Kekurangan aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya Kolelitiasis, ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
g. Infeksi
Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu, mucus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi.
Menurut Mansjoer Arif (2001, hlm. 510) ”Beberapa faktor resiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon wanita, infeksi (kolesistitis), kegemukan, paritas, serta faktor genetik. Terjadinya batu kolesterol adalah akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu”.
Menurut Price, (2005, hlm. 502) “Penyebab batu empedu masih belum di ketahui sepenuhnya, akan tetapi tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu”.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu. Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya statis. Faktor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat di kaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, di bandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.
2.4 Tanda dan Gejala
Menurut Price (2005, hlm 503) “Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu, yang seringkali terjadi karena batu yang kecil melewati ke dalam duktus koledokus”. Penderita batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut atau kronis.
a. Gejala Akut
1) Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas, nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan.
2) Penderita dapat berkeringat banyak dan Gelisah
3) Nausea dan muntah sering terjadi.
5) Ikterus, dapat di jumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi di bawa ke dalam duodenum akan di serap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa bewarna kuning. Keadaan ini sering di sertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
6) Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine bewarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi di warnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat.
b. Gejala kronis
Gejala kolelitiasis kronis mirip dengan gejala kolelitiasis akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.
Menurut Reeves ( 2001) tanda dan gejala yang biasanya terjadi adalah:
a. Nyeri di daerah epigastrium kuadran kanan atas
b. Pucat biasanya dikarenakan kurangnya fungsi empedu
c. Pusing akibat racun yang tidak dapat diuraikan
d. Demam
e. Urine yang berwarna gelap seperti warna teh
f. Dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan-makanan berlemak
g. Nausea dan muntah
h. Berkeringat banyak dan gelisah
i. Nausea dan muntah-muntah
j. Defisiensi Vitamin A,D,E,K
2.5. Patofisiologi
Kolelitiasis merupakan batu saluran empedu, yang unsur pokok utamanya adalah kolesterol dan pigmen, dan sering mengandung campuran komponen empedu. Manifestasi batu empedu timbul bila batu bermigrasi dan menyumbat duktus koledukus. Obstruksi menyebabkan nyeri dan menyumbat ekskresi empedu. Nyeri viseral di perkirakan oleh kontraksi bilier dan di sebut kolik bilier. Nyeri ini tidak seperti kolik, tetapi biasanya di rasakan menetap, sangat sakit atau ada tekanan di epigastrium.
Patofisiologi Kolelitiasis dimulai dengan adanya gabungan material mirip batu yang terbentuk didalam kandung empedu, pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga stabilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (Supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolestrol, kalsium, birirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan Kristal tersebut bertambah ukuran, ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu.(Yayan, 2008).
2.6. Pemeriksaan Diagnostic Koelitiasis
1. Pemeriksaan sinar X abdomen
2. Ultrasonografi.
Pemeriksaan USG telah menggantikan Kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta akurat dan dapat digunakan pada penderita difungsi hati dan ikterus.
3. Pemeriksaan Pencitraan radionuklida dan koleskintografi
4. Kolesistografi
5. Pemeriksaan Laboratorium
2.7. Penatalaksanaan Kolelitiasis
1. Penatalaksanaan Non-Bedah
a. Farmakologis
-Untuk menghancurkan batu: Ursudiol/actigal.
Efek samping: Diare, bersifat hepatotoksik pada fetus sehingga kontra indikasi pada ibu hamil.
-Chenodiol/Chenix: mengurangi konten kolestrol dalam batu empedu
-Cholestyramine(questran) : mengurangi gatal-gatal
-Analgesik: menurunkan rasa nyeri
-Antibiotik mengobati infeksi.
b. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
-Pelarutan batu empedu
-Pengangkatan Non-Bedah
-Extracorpreal Shock-wave Lithotripsy (ESWL).
2. Pembedahan
a. Kolesistektomi
b. Minikolesistektomi
c. Kolesistektomi Laparaskopik
d. Koledokostomi
3. Manajemen Diet
a. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
b. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
c. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
d. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
e. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2.8. Komplikasi kolelitiasis
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien kolelitiasis:
1. obstruksi duktus sitikus
2. kolik bilier
3. kolesistitis akut dan kronis
4. perikolesistitis
5. peradangan pankreas
6. perforasi
7. hydrops (oedema) kandung empedu
8. emplema kandung empedu
9. fistel kolesistoenterik
10. batu empedu sekunder (pada 2-6% klien, saluran menciut kembali dan batu empedu muncul lagi)
11. ileus batu empedu
2.9. Pengkajian Data Keperawatan
1. aktivitas/ istirahat :
a. kelemahan
b. gelisah
2. Sirkulasi : takikardi, berkeringat
3. Eliminasi :
a. Perubahan warna urin dan feses
b. Distensi abdomen
c. Teraba masa pada kuadran kanan atas.
d. Urin gelap, pekat.
4. Makanan/cairan :
a. Anoreksia, mual/muntah
b. Tidak toleran terhadaplemak dan makanan “pembentukan gas’’, regurgitasi berulang, nteri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia.
c. Kegemukan, adanya penurunan BB
5. Nyeri abdomen
a. Nyeri abdomen atas, dapat menyebar ke punggungatau bahu kanan
b. Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan
c. Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 3 menit
d. Nyeri lepa, otot tegang aau kaku bila kuadran kanan atas ditekan, tanda murphy positif.
6. Pernapasan :
a. Peningkatan frekuensi pernapasan
b. Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal
7. Keamanan
a. Demam menggigi
b. Ikterik, dengan kuit berkeringat dan gatal (pruritus). Kecendrungan pendarahan (kekurangan Vit. K)
8. Penyuluhan
a. Kecendrungan keluarga untuk terjadi batu empedu
b. Adanya kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.
2.10. Diagnosa Keperawatan Pada Klien Kolelitiasis
1. Nyeri b/d proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan/nekrosis
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d dispensi dan hipermortilitas gaster, gangguan proses pembekuan darah
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan pencernaan lemak intake yang tidak adekuat.
2.11. Nursing Care Plan
Diagnosa Keperawatan | Tujuan dan Kriteria Hasil | Intevensi | Rasional |
1. Nyeri berhubugan dengan agen cedera biologis: Obstruksi/ spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/ nekrosis | Tujuan: Nyeri Teratasi. Krieria hasil Pasien akan: -Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol -Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas hiburan | 1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang, timbul atau kolik ). 2. Catat repons terhadap obat dan laporkan bila nyeri tidak hilang. 3. Tingkatkan tirah baring, biaran pasien melakukan posisi yang nyaman. 4. Gunakan sprei yang halus/katun; minyak kelapa; minyak mandi(alpha keri). 5. Berikan teknik relaksasi 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti nyeri. | 1. Memberikan informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, komplikasi dan keefektifitan Intervensi. 2. Nyeri berat yang tidak hilang dapat menunjukkan adanya komplikasi 3. Posisi yang nyaman fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen. 4. Menurunkan iritasi kulit dan sensasi gatal. 5. Meningkatkan istirahat dan memusatkan kembali perhatian, dapat menurunkan nyeri. 6. Membantu dalam mengatasi nyeri yang hebat. |
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan melalui gaster, muntah distensi dan hipermotilitas gaster, dan gangguan pembekuan darah. | Tujuan: Keseimbangan cairan adekuat Kriteria hasil: Dibuktikan oleh tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapier baik, eliminasi urin normal. | 1. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan 2. Awasi belanjutnya mual/muntah, kram abdomen,kejang ringan, kelemahan 3. Kaji pendarahan yang tidak biasa contohnya pendarahan pada gusi,mimisan, petekia, melena. 4. Kaji ulang pemeriksaan laboraturium 5. Beri cairan IV, elektrolit, dan vit. K | 1. Memberikan informasi tentang status cairan / volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian cairan. 2. Muntal berkepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan defisit natrium, kaliumdan klorida. 3. Protrombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat, meningkatkan resiko hemarogi. 4. Membantu dalam proses evaluasi volume cairan 5. Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan. |
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah, dispepsia, nyeri gangguan pencernaan lemak (obstruksi aliran empedu) | Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat. Kriteria hasil: Pasien akan : - Melaporkan mual/muntah hilang. - Menunjukkan kemajuan mencapai BB individu yang tepat. - Makanan habis sesuai porsi yang diberikan. | 1. Kaji distensi abdomen 2. Timbang BB tiap hari 3. Diskusikan dengan klien makanan kesukaan dan jadwal makan yang disukai 4. Berikan suasana yang menyenangkan pada saat makan, hilangkan ransangan yang berbau. 5. Jaga kebersihan oral sebelum makan 6. Konsul dengan ahli diet/ tim pendukung nutrisi sesua indikasi 7. Berikan diet sesuai toleransi biasanya rendah lemak, tinggi serat. | 1. Adanya ketidaknyamanan karna gangguan percernaan,nyeri gaster. 2. Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi 3. Melibatkan klien dalam perencanaan, klien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan 4. Untuk meningkatkan nafsu makan/ menurunkan mual 5. Oral yang bersih meningkatkan nafsu makan 6. Berguna untuk merencanakan kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling tepat 7. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan ransangan pada kandung empedu. |
salam kenal
BalasHapusnice blog
keep bloging
Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.
BalasHapushttp://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/